Diet Ketat Bisa Sebabkan “Stres Eating”, Ini Penjelasan Ahli Gizi

Istimewa

Diet Ketat Bisa Sebabkan, diet ketat sering dianggap sebagai jalan pintas untuk mendapatkan tubuh ideal. Namun, tahukah Anda bahwa diet yang terlalu ketat justru bisa menjerumuskan Anda ke dalam kebiasaan yang lebih merugikan? Salah satu efek samping yang mungkin terjadi adalah “stres eating” atau makan akibat stres. Apa yang sebenarnya terjadi di balik fenomena ini? Menurut ahli gizi, ada sejumlah alasan mengapa diet yang terlalu ketat bisa memicu kebiasaan makan yang salah.

Diet Ketat: Jalan Menuju Stres atau Mimpi Buruk?

Diet ketat dengan aturan yang sangat membatasi pilihan makanan memang bisa memberikan hasil yang cepat. Tubuh yang semula diselimuti lemak, perlahan-lahan akan mulai menyusut, dan berat badan pun mulai turun. Namun, tahukah Anda bahwa tubuh kita tidak dirancang untuk hidup dalam keadaan kelaparan yang terus-menerus? Pembatasan kalori yang ekstrem, atau diet yang mengharuskan kita menghindari hampir semua jenis makanan favorit, bisa merusak keseimbangan hormon yang mengontrol rasa lapar.

“Stres eating” terjadi ketika seseorang makan lebih banyak karena tekanan emosional, bukan karena rasa lapar fisik. Dan di balik pola makan yang terganggu ini, terdapat faktor psikologis yang kuat. Saat kita menjalani diet ketat https://noodlshop.com/, tubuh kita meresponsnya dengan peningkatan hormon stres seperti kortisol. Kortisol ini bukan hanya meningkatkan rasa lapar, tetapi juga bisa menyebabkan keinginan untuk makan makanan yang tinggi gula atau lemak, yang dianggap dapat memberikan kenyamanan instan.

Bagaimana Diet Ketat Menyebabkan “Stres Eating”?

Ahli gizi menjelaskan bahwa diet ketat mengubah pola makan kita secara drastis. Ketika kita membatasi pilihan makanan yang kita konsumsi, slot terbaru meresponsnya dengan meningkatkan rasa lapar. Namun, otak kita juga merespons dengan cara yang berbeda. Saat kita merasa tertekan atau stres karena tidak bisa makan makanan yang kita inginkan, otak mencari cara untuk “membalas dendam” melalui makan berlebih.

Makanan yang tinggi gula atau karbohidrat sederhana, misalnya, bisa memberikan kepuasan emosional sementara karena meningkatkan kadar serotonin, yang dikenal sebagai hormon “bahagia”. Ketika Anda merasa tertekan, hormon ini bisa menjadi “pelipur lara” sesaat. Namun, efeknya hanya sementara, dan setelah itu, rasa cemas atau stres malah bisa meningkat.

Keterbatasan Pilihan Makanan: Meningkatkan Rasa Frustrasi

Diet ketat sering kali membuat seseorang merasa terjebak dalam rutinitas yang kaku. Misalnya, makan hanya makanan tertentu dalam jumlah tertentu atau bahkan menghindari kelompok makanan yang lebih besar seperti karbohidrat atau lemak. Kebebasan makan menjadi terbatas, dan tanpa disadari, ini menambah tingkat stres yang sudah ada. Setiap kali perasaan lapar datang, otak bisa mengaitkannya dengan pembatasan yang menambah rasa tidak nyaman.

“Ketika kita menahan diri terlalu lama, akhirnya kita merasa terpaksa untuk melanggar aturan yang kita buat sendiri,” ungkap ahli gizi. Frustrasi yang timbul akibat pembatasan tersebut sering kali menjadi pemicu munculnya kebiasaan makan berlebihan. Bukan karena tubuh membutuhkan makanan tersebut, melainkan karena faktor emosional yang mendominasi.

Dampak Psikologis yang Lebih Dalam

Diet ketat tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan mental. Perasaan bersalah atau gagal setelah mengonsumsi makanan yang dilarang dalam diet bisa menambah stres. Lalu, perasaan ini bisa menuntun seseorang pada pola makan yang lebih buruk, seperti makan berlebihan sebagai pelarian dari perasaan tidak enak tersebut.

Selain itu, banyak orang yang merasa sangat bersalah atau bahkan malu ketika mereka melanggar aturan diet. Ini bisa menyebabkan rasa cemas yang justru memperburuk stres. Akibatnya, makan menjadi cara untuk mengatasi perasaan negatif tersebut, yang sering kali berujung pada peningkatan berat badan atau perasaan tidak puas dengan diri sendiri.

Diet Sehat: Solusi yang Lebih Bijak

Jadi, apakah Anda harus berhenti menjalani diet sama sekali? Tentu tidak. Diet sehat yang berfokus pada keseimbangan dan pola makan yang lebih fleksibel jauh lebih efektif dalam jangka panjang. Menurut para ahli, diet yang terlalu ketat sering kali berujung pada kegagalan dan bahkan masalah kesehatan mental yang lebih besar. Sebaliknya, diet yang berfokus pada kebiasaan makan sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi dalam porsi yang wajar dan memberi kesempatan pada diri sendiri untuk menikmati makanan kesukaan sesekali, lebih dapat mendukung kesejahteraan tubuh dan pikiran.

Mengatur pola makan yang fleksibel dan memperhatikan kebutuhan tubuh secara menyeluruh akan mencegah terjadinya stres makan yang tidak sehat. Ini adalah pendekatan yang lebih realistis, di mana Anda tidak merasa tertekan dan masih bisa menikmati makanan dengan bijak.

Menjadi Lebih Cerdas dalam Mengatur Pola Makan

Intinya, diet ketat memang bisa memberikan hasil yang cepat, tetapi tidak selalu berkelanjutan dan bisa menimbulkan masalah lebih besar seperti “stres eating”. Penting untuk memperlakukan tubuh Anda dengan penuh rasa hormat dan tidak membatasi pilihan makanan secara ekstrem slot gacor maxwin. Diet yang baik adalah yang mendukung tubuh Anda secara holistik, bukan hanya mengutamakan penurunan berat badan semata. Jadi, jika Anda merasa tertekan dengan diet yang terlalu ketat, mungkin inilah saatnya untuk mengevaluasi kembali pendekatan Anda. Jadikan makan sebagai cara untuk merawat tubuh, bukan sebagai alat untuk menghukum diri sendiri.